MASIGNALPHAS2101
6680671983845063762

Pendaki Gunung Marapi - Menembus Awan di Ketinggian 2.891 Mdpl Bersama GMR

Pendaki Gunung Marapi - Menembus Awan di Ketinggian 2.891 Mdpl Bersama GMR
Add Comments
1/05/2018
Menembus Awan di Ketinggian 2.891 Mdpl Bersama GMR - Gunung Marapi

Mendaki gunung Marapi bagi seorang pendaki pasti adalah hal biasa, tapi bagi sebagian orang awam yang baru pertama mendaki gunung merapi pasti ini adalah sebuah pengalaman yang tak terlupakan. Mengingat gunung marapi adalah gunung yang masih aktif dan juga medan pendakian yang sangat berbeda dengan gunung-gunung lainnya. 

Open Trip Marapi 2.891 mdpl

22 November 2017, saya bersama GMR Community membuka sebuah Open Trip. Alasannya sederhana, menurut saya gunung ini memiliki paket komplit untuk berbagi rasa bersama kawan perjalanan yang seru. dan merupakan sebuah perjalanan yang panjang dan mengisahkan sebuah pengalaman, seperti apa itu sahabat, teman, kekasih dan saudara.

Selain dikenal dengan banyaknya pemandangan indah yang tidak biasa di setiap jalurnya, Marapi juga memiliki nilai sejarah baik di negeri sendiri atau pun di dunia pendakian. Seperti yang kita tahu, puncak MArapi merupakan tempat kematian Abel, atau lengkapnya Abel Tasman. Wafat di Gunung Marapi tepatnya di Pucak Merpati pada tanggal 5 Juli 1992. Ketika sebelum wafat, mentari pagi sangat cerah dan pemandangan lepas terbuka, Saat itu para pendaki mulai ramai menuju puncak merpati. Begitu juga dengan Abel dan kawan-kawan dari sinilah awal petaka Marapi berduka.  Adapun pemasangan PRASASTINYA sudah direncanakan akhir tahun 1993, dan realisasinya jadi dilaksanakan pada hari Selasa Tanggal 5 Juli 1994. diperkirakan ada sekitar seratus lebih pendaki yang ikut andil dalam pemasangan Tugu Abel. (Sumber: Junglehost.org)

Adanya berita negatif tersebut sama sekali tidak pernah mengurangi niat saya untuk ke ‘puncak para Merpati’ ini. Meski dalam istilah pendakian, kita seringkali mendengar “puncak itu bonus, pulang itu harus” karena prioritas dari apa yang kita lakukan dalam mendaki gunung adalah mengutamakan keselamatan, namun bagi saya pribadi kalimat tersebut memiliki makna yang luas dan masih dapat dimodifikasi karena motivasi setiap orang untuk mendaki gunung berbeda-beda.

Sama halnya seperti menjalani kehidupan sehari-hari, yang terpenting motivasi tersebut tidak merugikan pihak manapun. Jadi, menurut saya puncak itu bukan suatu bonus, melainkan sesuatu yang dapat diusahakan dan didoakan.

Terlebih lagi, ketika rencana saya pernah gagal untuk mendaki Gunung Kerinci di bulan Mei tahun 2017 lalu. Rasanya saya semakin termotivasi untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan ini yang kedua kalinya. Pada waktu itu, rasanya semua sudah tepat karena jadwal tanggal merah yang berturut-turut membuat saya hanya perlu cuti untuk tiga hari saja.

Namun, karena Marapi yang masih terkena ‘batuk’ akibat erupsi, akhirnya semua terasa gambling. Hingga akhirnya pembukaan jalur pendakian Marapi yang sudah resmi diumumkan. Sayangnya, dua dari empat belas kawan perjalanan saya harus mengundurkan diri, tepat tujuh hari sebelum keberangkatan.

Menunggu waktu yang tepat untuk kembali merencanakan sesuatu yang hampir terlaksana bukan hal yang mudah, karena dalam waktu satu bulan semua hal dapat berubah begitu saja. Sama seperti waktu awal saya membuka trip ke Marapi Sumatera Barat sebagai bentuk share cost, formasi tim sudah berubah beberapa kali sampai hari H.

Meskipun sebelum perjalanan, saya juga terus dibanjiri informasi bahwa Bukit Tinggi Sumbar masih dalam keadaan hujan setiap harinya. Namun, dengan modal doa bahwa “Tuhan akan bersama para pendaki”, akhirnya sekarang saya dapat membagi pengalaman ini semua bagi kalian yang ingin melakukan persiapan yang akan dilakukan untuk menembus Awan di Ketinggian 2.891 Mdpl.

Bukan hal yang mustahil jika semua pendaki bisa mencapai puncak tertinggi ketiga di Sumatera Barat dan keenam di Sumatera ini, karena buktinya Sembilan orang dari kawan perjalanan saya yang berjumlah empat belas orang, merupakan pendaki yang belum pernah punya pengalaman camping di gunung, apalagi mencapai puncak atau summit. Itu semua kembali lagi pada bagaimana kita melakukan persiapan dengan matang dan tentunya sekali lagi, atas ijin Allah swt, saya bersama teman-teman bisa sampai puncak dengan perjalanan panjang selama lebih kurang 12 jam.

Melanjutkan Perjalananan Menuju Puncak Merpati...

Perjalanan dimulai dari Duri-Riau pada jam 17.00 Wib, dan tiba di posko via Tanah Datar Sumbar pukul 04.00 WIB. 

Menembus Awan di Ketinggian 2.891 Mdpl Bersama GMR - Gunung Marapi

Sebelum memulai summit, 08.00 WIB, kami mengisi energi dengan makanan hangat yang ringan namun mengandung karbohidrat, seperti POP MIE dan roti. Efeknya akan terasa saat berada di perjalanan, tubuh jadi tidak merasa kelaparan dan tentunya akan lebih kuat untuk menahan dingin.

Menembus Awan di Ketinggian 2.891 Mdpl Bersama GMR - Gunung Marapi

Diawali dengan trek yang masih dikelilingi pepohonan, perjalanan menuju puncak Marapi akan terasa ringan dan fokus. Setibanya saya di batas vegetasi yang hanya beralas kerikil dan bebatuan lainnya, saya merasa seperti sedang melakukan pilgrim di atas awan karena perjalanan ini hanya akan terjadi dan berhasil jika diiringi oleh niat, tekad, dan doa yang kuat selama kaki melangkah. 

Menembus Awan di Ketinggian 2.891 Mdpl Bersama GMR - Gunung Marapi

Sesampainya di Cadas, saya, Iis Sugiarti dan yunus tidak langsung menuju lokasi pendirian tenda. kami bertiga menunggu teman-teman yang masih dibelakang sambil menikmati teh hangat dan makanan-makanan kecil.

Menembus Awan di Ketinggian 2.891 Mdpl Bersama GMR - Gunung Marapi

Kami melanjutkan perjalanan menuju puncak lapangan Bola setelah keseluruhan team berkumpul. Godaan untuk duduk beristirahat dan sekadar minum memang acapkali terjadi. Namun, saya pribadi tidak tertarik untuk beristirahat lama-lama, selain karena tubuh akan kedinginan, saya juga tidak tahu caranya untuk berdiri di tempat yang memiliki kemiringan hingga 70 derajat itu. Namun, banyak sekali ditemukan pendaki-pendaki yang terlena untuk beristirahat hingga akhirnya terlelap di jalur.


Hal ini sangat berbahaya dan seharusnya tidak boleh sampai terjadi karena benar, dapat memakan korban. Jadi, suatu ketika saya sedang menanjak, tiba-tiba dari atas terdengar Iis Sugiarti berteriak “Batu… Batu…” dan teriakan ini harus dilanjutkan sampai bawah untuk dihindari oleh pendaki-daki lain. Batu di sini bisa sebesar tas daypack 25 liter, yang tergelincir akibat pendaki yang menginjaknya sehingga terlepas dari pijakan sebelumnya.


Namun, kesabaran selangkah demi selangkah yang diuji, akhirnya mulai berubah menjadi sumber pemacu saat matahari Terbenam, di mana kita masih juga belum sampai puncak. Namun, percayalah, setibanya di Puncak Tugu Abel, semua usaha dan perjuangan akan terbayar lunas. Percayalah...

Dipuncak, sensasi tidur dengan hanya bermodal matras dan sleeping bag di dalam tenda yang setengah terbuka akan terasa menjadi malam yang sangat panjang karena tubuh yang terbiasa dengan suhu 32°C harus berjuang melawan dinginnya semilir angin malam di dataran tinggi.

Bersambung, Mungkin...





























Tag:
Puncak Gunung Marapi Suamatera Barat
Puncak Merpati
Tugu Abel
GMR Community

Hestech Indonesia

Innovasi di bidang Teknologi, Listrik, Teknik Komputer dan gaya Hidup. Info lainnya tentang praktik konservasi berbasis Sains, inovasi, dan kearifan lokal